Jusuf Sjarif Badudu
Jusuf Sjarif Badudu, lebih dikenal dengan nama J. S. Badudu, lahir di Gorontalo pada tanggal 19 Maret 1926. Badudu didampingi istri yang sangat setia, Eva Henriette Alma Badudu—Koroh. Mereka menikah 9 Mei 1953. Buah perkawinan mereka menghasilkan 9 putra-putri, yaitu Dharmayanti Francisca, Erwin Suryawan, Chandramulia Satriawan, Chitra Meilani, Armand Edwin, Rizal Indrayana, Sari Rezeki Adrianita, Mutia Indrakemala, dan Jussar Laksmikusala. Profesor bahasa ini tinggal di Jalan Bukit Dago Selatan 27 Bandung.
Dalam usia tiga belas tahun (1939) Badudu manamatkan Sekolah Rakyat di Ampana, Sulawesi Tenggara. Kemudian, ia mengikuti kursus Volksonderwijser/CVO di Luwuk, Sulawesi Tenggara (1941). Tahun 1949 ia menyelesaikan pendidikan Normaal School di Tertena, Sulawesi Tenggara. Ia melanjutkan sekolah di KweekschooI/SGA, Makassar, Sulawesi Selatan dan tamat pada tahun 1951. Tahun 1955 ia menyelesaikan pendidikan B.1 Bahasa Indonesia di Bandung dan menyelesaikan pendidikan S1-nya di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung (1963). Tahun 1971—1973 Badudu melanjutkan pendidikan pada Postgraduate Linguistics di Leidse Rijksuniversiteit Leiden, Belanda.
Tahun 1975 ia memperoleh gelar Doktor Ilmu Sastra dengan pengkhususan linguistik di Universitas Indonesia, Jakarta, melalui disertasi yang berjudul Morfologi Kata Kerja Bahasa Gorontalo. Sebagai orang yang sangat peduli terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan bahasa Indonesia, Badudu telah mengabdikan diri sebagai guru sejak usia 15 tahun 5 bulan. Ia menjadi guru sekolah dasar di Ampana, Sulawesi Tengah hingga tahun 1951. Pada tahun 1951—1955 ia menjadi guru SMP di Poso, Sulawesi Tengah, dan pada tahun 1955—1964 menjadi guru SMA di Bandung. Ia juga pernah menyumbangkan tenaga sebagai dosen di Fakultas Sastra, Universitas Padjadjaran, Bandung pada tahun 1965–1991. Tahun 1982—sekarang, Badudu menjadi guru besar linguistik pada Program Pascasarjana (S2 dan S3) Universitas Padjadjaran Bandung dan Universitas Pendidikan Bandung (dulu IKIP Bandung). Ia juga menjadi guru besar di Universitas Pakuan Bogor pada tahun 1991—sekarang dan di Universitas Nasional Jakarta pada tahun 1994—sekarang (tidak aktif memberikan kuliah, tugas diserahkan kepada asisten). Ia juga pernah, selama tiga tahun, menatar guru-guru sekolah dasar di enam provinsi (Sumatra Barat, D. I. Aceh, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan D.I. Yogyakarta) dalam proyek PEQIP (Prelimenary Education Quality Improvement Project), sebuah lembaga bantuan Jerman yang bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang Departemen Pendidikan Nasional). Tahun 1995—1997, ia mengunjungi setiap provinsi itu 2 kali dalam setahun.
Di masa pengabdian sebagai dosen dan guru besar, Badudu membimbing penulisan tesis mahasiswa S2 dan disertasi mahasiswa S3. Tujuh orang di antaranya sekarang telah menjadi guru besar (profesor) dan tersebar di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Bandung, Universitas Hasanuddin (Makassar), STKIP Gorontalo, Universitas Sumatra Utara, dan Universitas Lambung Mangkurat (Samarinda). Tokoh bahasa ini juga dikenal sebagai pembawa acara Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Pusat Jakarta (1977—1979) dan sebagai penatar bahasa Indonesia untuk berbagai lapisan masyarakat, seperti mahasiswa, dosen, guru, wartawan, pegawai pemerintah, dan polisi. Ia juga sering menyajikan makalah di luar negeri, seperti Belanda, Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Jepang.
KARYA: Dalam usia 76 tahun saat ini Badudu tidak hanya aktif sebagai guru, dosen, penatar bahasa Indonesia, tetapi juga aktif sebagai penulis artikel tentang bahasa Indonesia di surat kabar dan majalah. Sejak tahun 1977 hingga sekarang, ia menjadi penulis atau pengisi rubrik tentang pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di majalah Intisari Jakarta. Keaktifan Badudu menulis buku-buku yang berisi tuntunan tentang penggunaan bahasa Indonesia untuk pelajar, mahasiswa, dan umum, dapat dibaca melalui karyanya:
1) Pelik-Pelik Bahasa Indonesia;
2) Membina Bahasa Indonesia Baku (2 jilid);
3) Bahasa Indonesia: Anda bertanya? Inilah jawabnya;
4) Ejaan Bahasa Indonesia;
5) Sari Kesusasteraan Indonesia untuk SMA (2 jilid);
6) Buku dan Pengarang;
7) Belajar memahami Peribahasa (6 jiIid);
8) Peribahasa;
9) Mari Membina Bahasa Indonesia Seragam (3 jilid); dan
10) Penuntun Ujian Bahasa Indonesia untuk SMP (Catatan: Buku no. 7 s.d. 10 tidak diterbitkan lagi).
Badudu juga pernah melakukan penelitian bahasa, antara lain:
1) Morfologi Bahasa Indonesia Lisan (Pusat Bahasa);
2) Morfologi Bahasa Indonesia Tulisan (Pusat Babasa);
3) Perkembangan Puisi Indonesia Tahun 20-an hingga tahun 40-an (Pusat Bahasa);
4) Buku Panduan Penulisan Tata Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Pertama (Pusat Bahasa);
5) “Bahasa Indonesia di Daerah Perbatasan Bogor—Jakarta“ (Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Bandung).
Sebagai pakar bahasa yang sangat berpengalaman, Badudu juga telah menyusun beberapa kamus, antara lain:
1) Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia;
2) Kamus Umum Bahasa Indonesia (Bedudu— Zain);
3) “Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar”;
4) “Kamus Kata-Kata Serapan Asing Bahasa Indonesia".
Penghargaan: Sebagai guru dan dosen bahasa Indonesia selama 49 tahun, Badudu pernah menerima bintang jasa Pemerintah RI, yaitu Satyalencana 25 tahun Pengabdian dan Bintang Mahaputra yang diserahkan sendiri oleh Presiden Megawati Sukarnoputri pada tanggal 15 Agustus 2001 di Istana Negara. Bintang jasa itu diberikan pemerintah sebagai penghargaan atas jasanya membina bahasa Indonesia selama bertahun-tahun bagi seluruh lapisan masyarakat.