Dewi Lestari
Dee, yang bernama lengkap Dewi Lestari, dilahirkan di Bandung, 20 Januari 1976. Ia anak ke- 4 dari 5 bersaudara dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan br Siagian (alm). Ayahnya adalah seorang anggota TNI yang belajar piano secara otodidak sedangkan saudara-saudaranya pemain biola, guru piano, yang professional. Ia juga bersuamikan seorang artis, Marcell Siahaan. S-1 Ilmu Politik dari Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, Bandung.
Ia lebih dulu dikenal sebagai pencipta lagu dan penyanyi dari trio vokal “Rida, Sita, Dewi”. Sebelum ia bergabung dengan RSD, ia pernah menjadi backing vokal untuk Iwa K, Java Jive dan Chrisye. Sekitar bulan Mei 1994, ia bersama Rida Farida dan Indah Sita Nur Santi bergabung membentuk trio RSD atas prakarsa Ajie Soetama dan Adi Adrian. Mereka kemudian meluncurkan album perdana, Antara Kita (1995) yang kemudian dilanjutkan dengan album Bertiga (1997). Ia tercacat sebagai dewan redaksi CIMM (Circle of Information for Mass Media), dan kontributor majalah Trolley.
Supernova adalah novelnya pertama yang direncanakan sebagai suatu novel serial dengan spirit penelusuran terhadap spiritualitas dan sains. Novel ini mampu mencapai 12.000 eksemplar dalam tempo 35 hari dan terjual sampai kurang lebih 75.000 eksemplar. Dalam memasarkan “Supernova Satu” ini, Dee merogoh kocek dan tabungannya sendiri lalu membentuk penerbit bernama Truedee Books. Alasan ia memilih merangkap menjadi penerbit selain menjadi penulis karena ia tidak ingin naskahnya diedit oleh penerbit apalagi ia sempat beberapa kali ditolak oleh beberapa percetakan. KARYA: Maret 2002, Dee meluncurkan “Supernova Satu” edisi Inggris untuk menembus pasar internasional dengan menggaet Harry Aveling (60), ahlinya dalam urusan menerjemahkan karya sastra Indonesia ke bahasa Inggris.
Tak banyak yang tahu bahwa sebelum ia banyak dibicarakan orang karena novelnya Supernova, ternyata cerpen Dee pernah dimuat di beberapa media. Salah satu cerpennya berjudul “Sikat Gigi” pernah dimuat di buletin seni terbitan Bandung, Jendela Newsletter. Sebuah media berbasis budaya yang independen dan berskala kecil untuk kalangan sendiri. Tahun 1993, ia mengirim tulisan berjudul Ekspresi ke majalah Gadis yang saat itu sedang mengadakan lomba menulis dimana ia berhasil mendapat hadiah juara pertama. Tiga tahun berikutnya, ia menulis cerita bersambung berjudul Rico the Coro yang dimuat di majalah Mode. Bahkan ketika masih menjadi siswa SMU 2 Bandung, ia pernah menulis sendiri 15 karangan untuk buletin sekolah.
Supernova pernah masuk nominasi Katulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar QB World Books, (2001). Bersaing bersama para sastrawan kenamaan seperti Goenawan Muhammad, Danarto lewat karya Setangkai Melati di Sayap Jibril, Dorothea Rosa Herliany karya Kill The Radio, Sutardji Calzoum Bachri karya Hujan Menulis Ayam dan Hamsad Rangkuti karya Sampah. Sukses dengan novel “Supernova Satu”: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh, bagian pertama “Supernova Dua” (Supernova 2.1) berjudul Akar sudah lepas ke pasaran pada 16 Oktober 2002. Novel Supernova 2 sempat mendapat protes keras dari kalangan umat hindu karena dianggap melecehkan lambang keagamaan hindu.