Alberthiene Endah

Hadir di kancah penulisan Indonesia pada tahun 2000-an, nama Alberthiene Endah  langsung mencuri perhatian. Novel  pertama yang diluncurkannya Jangan Beri Aku Narkoba (Gramedia, 2004) langsung mendapat penghargaan khusus dari Badan Narkotika Nasional (BNN) karena dinilai mampu untuk menjauhkan remaja dari jeratan narkoba serta kritik bagi orang tua dan institusi pemberantasa narkoba agar lebih baik lagi dalam memahami, merawat, dan membina para remaja. Novel itu juga mendapat hadiah Adikarya sebagai novel terbaik 2005  dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI).

            Tidak hanya sampai di situ, novel Jangan Beri Aku Narkoba rupanya juga menarik perhatian insan perfilman. Novel itu lalu dialihwahanakan menjadi film yang berjudul “Detik Terakhir” (2005). Film itu disutradarai oleh Nanang Istiabudi dan dibintangi oleh Cornelia Agatha. Sausan Machri, dan Mike Muliadro. Film itu menjadi salah satu nomine untuk kategori film terbaik dalam Festival Film Indonesia (FFI) 2005 dan Cornelia Agatha mendapat Piala Indonesian Movie Awards (IMA) 2005 untuk kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik. Untuk cetakan berikutnya, novel itu diterbitkan dengan judul Detik Terakhir,  sama dengan judul filmnya.

Alberthiene Endah atau lengkapnya Rr. Alberthiene Endah Kusumawardhani lahir di Bandung, tanggal 16 september 1970. AE (nama popularnya,  singkatan dari Alberthiene Endah) beragama Katolik. AE adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayahnya adalah seorang pegawai negeri dan mereka hidup dalam kesederhanaan.

Sejak kecil AE sudah suka membaca dan berkhayal menjadi penulis terkenal. Ia memimpikan dirinya seperti Enid Blyton, seorang penulis fiksi asal Inggris yang sangat terkenal. Seri buku cerita petualangan lima detektif cilik karya Enid Blyton yang sudah mendunia itu memang merupakan salah satu buku bacaan favorit AE. Ia membaca hampir seluruh seri buku anak paling laris sedunia itu.   

 Tamat dari sekolah lanjutan tingkat atas, AE memilih kuliah di Jurusan Bahasa Belanda, Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu-Ilmu Budaya/FIB), Universitas Indonesia, Depok. Setelah meraih gelar sarjana, AE langsung memutuskan untuk menjadi jurnalis. Ia memulai kariernya dengan bekerja sebagai jurnalis di majalah Hidup (1993--1996), lalu pindah ke majalah Femina (1996--2004).

Di majalah Femina inilah AE melampiaskan hobinya menulis. Ia merasa sangat beruntung saat bekerja di majalah Femina karena pada saat itu ia berkesempatan mewawancarai banyak orang-orang terkenal, seperti Krisdayanti, yang di kemudian hari meminta AE untuk menulis biografi dirinya. Kesempatan yang didapatkan AE, bukan saja bisa mewawancarai orang-orang terkenal tingkat nasional, melainkan juga tokoh-tokoh terkenal tingkat dunia, seperti Jeniffer Lopez dan Xanana Gusmao.

Namun, seiring berjalannya waktu, AE mulai merasa bahwa ruang yang tersedia untuknya menulis terlalu sempit. Ia memiliki bahan yang banyak sekali, tetapi tidak semuanya dapat ditulis karena keterbatasan ruang tersebut. Saat itulah, ia mulai berpikir untuk menulis buku. Ia sempat gamang antara pilihan tetap bekerja di Femina dan keluar untuk mewujudkan mimpinya.  

Setelah melalui pertimbangan beberapa waktu, akhirnya AE memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya sebagai jurnalis di majalah Femina (2004). Setelah keluar dari majalah Femina, AE menjadi jurnalis lepas dan dewan editor di majalah Prodo. Pada saat itulah AE mulai melangkahkan kakinya ke episode berikutnya, sebagai jurnalis dan penulis buku. 

Ia menikah dengan Dio Hilaul, seorang fotografer. Saat ini mereka tinggal di rumah yang cukup luas di Ciganjur, Jakarta Selatan. AE mengaku bahwa ia bisa membeli tanah, membangun rumah, membeli apartemen, dan membeli mobil, semua itu, adalah hasil dari  menulis. Inti dari pernyataannya  adalah  “jangan ragu untuk menjadi seorang penulis.”   

Walaupun novel Jangan Beri Aku Narkoba adalah novel pertamanya, tetapi bukan berarti itu adalah karya tulisnya yang pertama. Sebelumnya, AE sudah melahirkan buku yang cukup fenomenal, yaitu buku biografi. Biografi yang sudah ditulisnya adalah biografi penyanyi terkenal Indonesia, Krisdayanti, Seribu Satu KD (2003)--yang sudah mulai digarapnya saat ia masih bekerja di majalah Femina-- dan biografi raja sinetron Indonesia, Raam Punjabi, Panggung Hidup Raam Punjabi (2004). Buku-buku yang ditulisnya itu memberikan rasa puas bagi kliennya dan laris di pasaran. Oleh karena itu, namanya pun berkibar sebagai penulis biografi yang paling dicari.

Tidaklah mengherankan kalau setelah itu banyak buku biografi orang-orang terkenal di Indonesia, hasil karyanya, yang menghiasi toko-toko buku. Biografi orang-orang terkenal dengan bermacam latar-belakang, dari mulai politikus, perancang busana, pesohor di dunia hiburan, pengusaha, sampai istri presiden. Buku biografi tersebut, antara lain, Berpolitik dengan Nurani: Dwi Ria Latifa (Gramedia, 2004), Anne Avantie: Aku, Anugerah, dan Kebaya (2007), Chrisye: Sebuah Memoar Musikal (2007), Titiek Puspa: A Legendary Diva (2008), Catatan Hati Krisdayanti: My Life, My Secret (2009), Jejak Batin Jenny Rachman: Kutemukan Ridha-Nya (2010), The Last Words Chrisye (2010), Memoar Romantika Probosoetedjo: Saya dan Mas Harto (2010), dan Ani Yudhoyono: Kepak Sayap Putri Prajurit (2010). Biografi yang terpantau terakhir adalah Love and Devotion : Kisah Sukses Pendiri BMHS (Bundamedik Healthcare System) (Gramedia, 2015).

            Sebagaimana karya biografinya yang mampu mengibarkan namanya, novelnya pun tidak kalah hebat, mampu mematerikan namanya sebagai penulis novel favorit di hati penggemarnya. Setelah novel pertamanya Jangan Beri Aku Narkoba, AE meluncurkan novelnya yang kedua dan berikutnya. Novelnya itu, antara lain, Cewek Matre (2004), Jodoh Monica (2004), Dicintai Jo (2005), Selebriti (2008), Ojek Cantik (2009), Nyonya Jetset (2009), Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar (Gramedia, 2011), dan Athirah (Nourabooks, 2013). Dua novel yang terakhir, Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar dan Athirah adalah dua novel yang dituliskan berdasarkan kisah nyata.

Novel Merry Riana : Mimpi Sejuta Dolar adalah kisah perjuangan yang sangat menggugah dari seorang mahasiswi Indonesia, Merry Riana, yang berkantong pas-pasan hingga bisa meraih penghasilan satu juta dolar pada usia 26 tahun. Merry Riana adalah gadis keturunan Tionghoa yang dikirim oleh ibunya ke singapura  pada saat terjadi kerusuhan di Indonesia. Riana dikirim tanpa persiapan uang yang cukup dan tanpa sanak-saudara yang akan menampungnya di sana. Saat itulah dimulai kisah perjuangannya untuk bertahan hidup dan berkembang di negeri orang,

Merry Riana saat ini sudah kembali ke Indonesia dari perjuangan hebatnya di Singapura. Merry Riana sudah menjadi salah seorang anak muda terkaya di Indonesia. Ia sekarang menjadi motivator yang sangat popular, bukan saja di Indonesia, tetapi juga di Asia. Selain menjadi motivator, ia juga menjadi pengusaha, dan penulis, Kisah yang diceritakan oleh AE dalam novelnya itu sangat menginspirasi banyak orang. Novel itu tercatat sebagai novel yang paling laris (best seller), terjual hingga ratusan ribu eksemplar. 

            Novel Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar yang sangat mengispirasi itu pun kemudian dialihwahanakan menjadi tontonan layar lebar.  Novel itu difilmkan dengan judul yang sama “Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar.”  Film itu dirilis pada tahun 2014, disutradari oleh Hestu Saputra dan dibintangi oleh Chelsea Island, Dion Wiyoko, Ferry Salim, dan Niniek L. Karim. Filmnya itu pun mendapat sukses yang sama, menjadi film box office, ditonton oleh ratusan ribu orang dalam waktu kurang dari sepekan.

             Novel Athirah juga adalah novel yang ditulis dari kisah nyata. Novel itu berkisah tentang perjuangan hidup seorang ibu untuk mempertahankan rumah tangga dan hidup anak-anaknya. Ibu Athirah tersebut adalah ibu dari Bapak Yusuf Kalla, Wakil Presiden RI. Untuk menuliskan novelnya itu, AE banyak berinteraksi dengan keluarga besar Jusuf Kalla, bahkan sampai berkunjung ke Makasar, yang menjadi latar novel.

Banyak kekaguman ditujukan pada novel itu karena isinya yang begitu menyentuh, sangat kuat merasuki pikiran dan perasaan pembacanya, seperti kutipan berikut. “Apakah ini berarti Emma’ kalah, Jusuf?” / Pertanyaan Emma’ menusuk batinku./ Aku pilu./ Mata bening Emma’ basah./ Angin sore terasa mendadak sangat dingin. / Cahaya matahari dari barat jatuh di wajah Emma’. /  Dukanya semakin terlihat.

            Sama seperti novel Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar, novel Athirah pun diadaptasi juga ke dalam Film. Filmnya berjudul sama dengan novelnya, yaitu “Athirah” (2016). Film “Athirah” diproduseri oleh Mira Lesmana (dengan perusahaannya Miles Film), disutradarai oleh Riri Riza, serta dibintangi oleh Cut Mini Theo (sebagai Athirah), Christofer Nelwan (sebagai Ucu, Jusuf Kalla), Tika Brivani (sebagai ida, Mufidah Jusuf Kalla), dan Jajang C. Noor (sebagai Mak Kerah, ibu Athirah).

Film “Athirah” berhasil meraih enam piala citra dari sepuluh nominasi pada ajang Festival Film Indonesia 2016 di Jakarta. Citra yang diperoleh itu adalah untuk film terbaik, sutradara terbaik, pemeran utama wanita terbaik, penulis scenario adaptasi terbaik, piñata busana terbaik, dan perancang artistik terbaik. 

            Film itu juga terpilih untuk diputar di beberapa festival film internasional. Akan tetapi, untuk kiprah internasionalnya, film itu berganti judul menjadi “Emma’” (yang berarti ibu). Film “Emma’” itu diputar di Vancouver International  Film Festival, Kanada (29 September—14 Oktober 2016), Busan International Fil Festival, Korea (6—16 Oktober 2016), dan Tokyo International Fim Festival, Jepang (25 Oktober—3 November 2016).   

            Film “Athirah” atau “emma’”  menceritakan kehidupan Athirah yang goyah ketika suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Dalam lingkup budaya yang memungkinkan hal itu terjadi dan tanpa ruang bagi perempuan untuk menolak, Athirah bergulat melawan perasaannya demi mempertahankan keluarganya. Sementara itu, anak laki-laki tertuanya, Ucu (Jusuf Kalla) tidak tahu kepada siapa ia harus berpihak. Ibunya adalah orang yang dicintainya, penuh kesabaran dan kebaikan hati. Sementara itu, bapaknya tetaplah baginya sosok yang ia kagumi.  

            Novel-novel AE semakin  menarik perhatian masyarakat dan pelaku bisnis. Belakangan, novel-novelnya dibeli oleh stasiun televisi dan ia pun ikut menangani sejumlah skrip film televisi. Penulisan skrip film televisi itu adalah jalur penulisannya yang keempat, setelah sebelumnya menekuni jalur penulisan kesatu (sebagai jurnalis), kedua (sebagai penulis biografi), dan ketiga (sebagai novelis).

            Sampai saat ini, AE masih terus menulis sambil menjalani beberapa kegiatan sosialnya, antara lain, sebagai pencinta binatang, khususnnya anjing.  Sejak memelihara seekor anjing husky bernama Bruno (2010), waktu dan perhatiannya tersita pada jenis binatang  yang terkenal penurut dan setia itu. AE memelihara sembilan ekor anjing di rumahnya yang dianggapnya sebagai anaknya. Sejak memelihara Bruno, ia jadi menjalin pertemanan dengan kalangan dokter hewan, penyelamat hewan, dan komunitas pencinta anjing.

            Kegiatan lain yang dijalanai AE saat ini, antara lain, menjadi Pemimpin Redaksi majalah Prodo (majalah wanita), mengajar jurnalistik di Indonesia International Fashion Institute, membentuk sekolah menulis “Fun Writing” bersama Guruh Soekarno Putra, sesekali ke Timor Leste untuk urusan bisnis, serta shopping, nontondan traveling.  

Karya-Karya Alberthiene Endah (AE)

Novel

  1. Jangan Beri Aku Narkoba (Gramedia, 2004)
  2.  Cewek Matre (Gramedia, 2004)
  3. Jodoh Monica (Gramedia, 2004)
  4. Dicintai Jo (Gramedia, 2005)
  5. I Love My Boss (Gramedia, 2006)
  6. Selebriti (Gramedia, 2008)
  7. Ojek Cantik (Gramedia, 2009)
  8. Nyonya Jetset (Gramedia, 2009)
  9. Mimpi Sejuta Dolar (Gramedia, 2010)
  10. Cerita Sahabat (Gramedia, 2011)
  11. Cerita Sahabat 2: Asmara Dini Hari (Gramedia, 2012)
  12. Athirah (Noura Books, 2013)
  13. Eloy (Gramedia 2013)
  14. Laki-Laki dari Tidore (Gramedia, 2015)
  15. Satu Lentera, Seribu Cahaya (Gramedia, 2015)
  16. Ll
  17. //

Biografi

  1. Seribu Satu KD (Gramedia, 2003)
  2. Panggung Hidup Raam Punjabi (Gramedia, 2004)
  3. Dwi Ria Latifa: Berpolitik dengan Nurani (Gramedia, 2004)
  4. Venna Melinda Guide to Good Living: Bugar dan Cantik ala Venna Melinda (Gramedia, 2006)
  5. Anna Avantie: Aku, Anugerah, dan Kebaya (Gramedia, 2007)
  6. Chrisye: Sebuah Memoar Musikal (Gramedia, 2007)
  7.  Titiek Puspa: A Legendary Diva (Gramedia, 2008)
  8. Catatan Hati Krisdayanti: My Life, My Secret (gramedia, 2009)
  9. Ani Yudhoyono: Kepak Sayap Putri Prajurit  (Gramedia, 2010)
  10. Jejak Batin Jenny Rachman: Kutemukan Ridha-Nya (Gramedia, 2010)
  11. Memoar Romantika Probosoetedjo: Saya dan Mas Harto (Gramedia, 2010)
  12. Joko Widodo Menyentuh Jakarta (Gramedia, 2012)
  13. Sang Burung Biru: Perjalanan Inspiratif Blue Bird Group (gramedia, 2012)
  14. Love and Devotion : Kisah Sukses Pendiri BMHS (Bundamedik Healthcare System) (Gramedia, 2015).
  15. Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir: Living Sacrifice (Gramedia, 2016)
Alberthiene Endah

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa