Abdul Gani Asyik

Sosok sederhana ini merupakan pakar linguistik dari Bumi Serambi Mekkah, Aceh. Jebolan The University of Michigan, Amerika ini acapkali menjadi referensi bagi para linguis yang ingin mempelajari bahasa Aceh. Tidak hanya bagi linguis di tanah air, tetapi juga bagi para linguis dari mancanegara.  Bahkan, Mark Durie, pakar linguistik Australia, dalam disertasinya pada Australian National University (1984) “A Grammar of Acehnese, On the Basis of a Dialect of North Aceh”, tanpa ragu memuji pakar bahasa ini yang lebih terkenal dengan sebutan Asyik, “Asyik is very fluent in English and a native speaker of Acehnese. I owe a debt of scholarship to Abdul Gani Asyik of Unsyiah for his gracious discussions and correspondence with me about Acehnese. I have learnt a great deal from him and his written works”.

            Abdul Gani Asyik lahir pada tanggal 12 Agustus 1936 di kampung Teupin Punti, Lhokseukon, Aceh Utara. Lebih kurang 320 Km dari Banda Aceh. Orang tuanya, Tgk. M. Asyik dan Aminah. Semenjak kecil Asyik telah ditanamkan pola hidup disiplin. Dengan latar belakang pendidikan agama yang baik, Asyik kecil tumbuh menjadi pemuda yang memiliki visi masa depan yang melewati batas pandangan kampung halamannya di pedalaman Aceh dan memiliki semangat untuk selalu menjadi yang terbaik. Sejak menempuh pendidikan di SR (Sekolah Rakyat) Arun, intelektualitasnya sudah terlihat. Ia selalu menjadi juara I di kelasnya. Oleh karena itu pula, Ia memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan di SG B Kuta Raja (Banda Aceh sekarang) pada tahun 1951. Selama studi di SG B, Asyik selalu juara kelas sehingga mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan ke SG A tahun 1957 juga di Kuta Raja. Setamat dari SG A, Asyik mengabdi menjadi guru SMP di Samalanga (1957—1967). Dalam rentang waktu tersebut, selain menjadi guru, Asyik juga pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMP Samalanga, SMA Pembangunan Samalanga, dan SMEP Tamaddun di Banda Aceh. Banyak tokoh daerah dan nasional menjadi muridnya, salah satunya adalah Dr. Ahmad Farhan Hamid, M.S., wakil ketua MPR sekarang.

            Pada tahun 1962, Asyik dikirim ke Banda Aceh untuk mengikuti program PGSLP, suatu program pembekalan bagi guru bahasa Indonesia selama 20 bulan. Dalam pelatihan tersebut Asyik mendapat peringkat lulusan terbaik. Bekal pelatihan tersebut memberi pengaruh yang luar biasa bagi Asyik dalam pemahamannya mengenai dunia linguistik. Setelah mengabdi selama 10 tahun di Samalanga, Asyik melanjutkan pendidikan ke Universitas Syiah Kuala pada jurusan Bahasa Inggris. Saat itu, prodi bahasa Inggris Unsyiah statusnya masih cabang dari IKIP Bandung. Ia hanya butuh waktu 2 tahun untuk menyelesaikan studinya tahun 1969 karena dengan nilai akademiknya yang di atas rata-rata, ia mendapat promosi dari tingkat 1 ke tingkat 3. Setamat dari Unsyiah, Asyik mendapat beasiswa dari The Ford Foundation untuk melanjutkan studinya ke IKIP Malang (tingkat 4, setara S1) pada tahun 1971 dan 2 tahun kemudian berhasil tamat dengan predikat pujian. Bahkan, skripsinya pun diselesaikan sebelum masa studinya berakhir.

            Pulang dari Malang, ia mendapat promosi dari guru SMP di kampung nun jauh dari kota menjadi salah seorang dosen muda potensial di Unsyiah pada prodi Bahasa Inggris. Setahun lebih mengabdi di Unsyiah, Asyik kembali mendapat pelatihan pendidikan selama 4 bulan dalam program INNOTECH—Educational Innovation and Technology center—dari SEAMEO (South East Asian Ministers of Education Organization) pada tahun 1974 di Saigon, Vietnam. Selesai menempuh pelatihan tersebut, Asyik terpilih menjadi salah satu dari 7 putra terbaik Indonesia yang berhasil mendapatkan beasiswa dari The British Council untuk melanjutkan pendidikan di The University of Leeds, Inggris pada jurusan The Teaching of English Overseas selama 1,5 tahun.

            Setelah menyelesaikan studinya di Leeds, Asyik pulang ke Aceh dan kembali mengabdi di Unsyiah. Pada tahun 1981 Asyik kembali mendapat beasiswa unggulan dari PT Caltex Pacific Indonesia untuk melanjutkan studi S2 pada The University of Michigan, Amerika Serikat. Saat itu, ia terpilih satu dari 4 kandidat yang menyisihkan kandidat lainnya dari 49 universitas yang ada di Indonesia. Pada tahun 1983 Asyik menyelesaikan pendidikan S2 dengan predikat pujian. Prof. John M Lawler menyarankannya melanjutkan pendidikan ke jenjang S3 pada jurusan yang sama, linguistik. Saat itu, Asyik agak dilematis karena PT Caltex hanya terbatas mendanai studi S2-nya saja. Lalu, Prof. Lawler berinisiatif menghubungi Mobil Oil untuk mendanai pendidikan Asyik. Berkat pertolongan Allah Swt, Asyik dibiayai pendidikannya hingga kembali lulus cumlaude dan meraih gelar Ph.D., di bidang linguistik pada tahun 1987 dengan disertasinya A contextual grammar of Acehnese sentences. Disertasinya tersebut hingga kini menjadi referensi wajib bagi para linguis luar negeri yang berminat dengan bahasa Aceh.

            Setelah menyelesaikan studinya, Asyik kembali mengajar di almamaternya hingga pensiun pada tahun 2001. Sosok yang dikenal disiplin, ramah, dan low profile ini tidak hanya mengabdikan ilmunya di Unsyiah, tetapi juga di beberapa universitas di Banda Aceh, seperti di IAIN Ar-Raniry, STIE Lamlagang, Universitas Serambi Mekkah, dan Universitas Chik Pante Kulu. Sejak pensiun dari Unsyiah, beliau lebih banyak mengabdikan dirinya di Universitas Serambi Mekkah Aceh. Berbagai jabatan penting disandangnya, mulai dari ketua prodi bahasa Inggris, pembantu dekan I, pembantu rektor I hingga menjabat sebagai rektor sejak tahun 2009 hingga sekarang. Namun, selama tahun 2007—2009) beliau berhenti sejenak di Universitas Serambi Mekkah karena dipercayakan menjabat sebagai dewan pengawas BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilatasi) Aceh pascastunami tahun 2004 yang merengut ratusan ribu orang Aceh, termasuk dua anak kandungnya.   

            Selain ahli linguis, Asyik juga ahli bermain musik. Gitar, viola, piano, drum, hingga seruling mampu ia mainkan dengan baik. Uniknya semua itu dipelajarinya secara otodidak. Bahkan, di masa muda ia sempat membuat grup band di beberapa sekolah yang dipimpinnya pada tahun 1960-an. Kini, pada usia menjelang 80 tahun, Asyik terlihat masih enerjik dan stylish, raut wajahnya terlihat lebih muda dari usianya. Ini menandakan jika sosok teladan ini telah berhasil me-manage hidupnya dengan baik. Di ruang Rektor Universitas Serambi Mekkah beliau memesan bagi generasi muda, khususnya di Aceh untuk dapat belajar yang rajin, hidup disiplin, dan selalu berkarya. Dalam kaitannya dengan kepakarannya di bidang bahasa, Beliau menitip pesan agar bahasa daerah semestinya dapat dipertahankan, dimulai dari ranah keluarga. Jika tidak, bahasa-bahasa daerah, terutama yang penuturnya sedikit, seperti bahasa haloban, bahasa klut, bahasa devayan yang terdapat di barat selatan Aceh akan punah ditelan masa. Oleh karena itu, ketika dalam seminar bahasa dalam rangka Pekan Kebudayaan Aceh ke 3 pada tahun 1988 lalu, Beliau menganjurkan agar bahasa Aceh tetap dipakai hingga kelas 3 SD dalam dunia pendidikan. Selain itu, bahasa Aceh juga disarankan agar dipakai di dunia kerja dan menganjurkan adanya surat kabar berbahasa Aceh yang terbit berkala. Kekhawatiran Beliau saat itu sangatlah beralasan karena ada semacam anggapan bahwa berbicara bahasa Aceh (bahasa daerah) dianggap kurang prestise dan kelihatan kampungan sehingga dimana-mana, terutama di Banda Aceh sangat sedikit orang yang berbicara bahasa Aceh. Namun, dewasa ini, kondisi bahasa Aceh telah jauh membaik. Mengenai ejaan bahasa Aceh, beliau menyarankan agar di dunia akademik, ejaan peninggalan Snock Hurgronje yang disempurnakan kemudian oleh ejaan Budiman Sulaiman, dkk., tetap dipertahankan. Akan tetapi, pada penggunaan ragam tulis bahasa Aceh di media luar ruang, di surat kabar, di berbagai spanduk dan media iklan lainnya, Beliau menyarankan digunakan ejaan praktis versi Abdul Gani Asyik (transliterasi bahasa Aceh latin, 1988). “Ejaan praktis yang saya tawarkan tidak lagi menggunakan tanda-tanda aksen, sirkonfleks, dan umlaut, dll., sehingga memudahkan masyarakat Aceh untuk menggunakan bahasanya”, tutup sang pakar, ayah dari Alm. M. Nur, Azhari, Asri dan Almh. Fajriah dari isteri Almh. Khadijah.

Jabatan yang pernah dipercayai

  1. Kepala SMP Samalanga, Aceh Utara
  2. Kepala SMA pembangunan, Samalanga, Aceh Utara
  3. Kepala SMEP Tamaddun Banda Aceh, 1961-1962
  4. Ketua jurusan prodi bahasa Inggris Unsyiah (berulang kali)
  5. Ketua jurusan prodi bahasa Inggris Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, 2001
  6. Dekan Fakultas Sastra Universitas Chik Pante Kulu, Banda Aceh, 1999
  7. Pembantu Dekan I Universitas Serambi Mekkah, 2005 (2 bulan)
  8. Pembantu Rektor I Universitas Serambi Mekkah, 2005—2007
  9. Dewan Pengawas BRR (Badan Rekonstruksi dan Rehabilatasi) Aceh, 2007—2009
  10. Rektor Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh sejak 2009 s.d. sekarang (periode ke-2)

Prestasi                                                         

  1. Lulusan terbaik SR Arun, 1951
  2. Lulusan terbaik SGB (1953) dan SGA (1957), Kuta Raja (Banda Aceh)
  3. Lulusan terbaik program PGSLP Banda Aceh, 1962
  4. Lulusan terbaik seleksi beasiswa The Ford Foundation regional Sumatera Utara-Aceh dan menjadi salah satu dari 15 putra terbaik tanah air dari 15 titik kota seleksi seluruh Indonesia.
  5. Lulusan terbaik IKIP Malang, 1972
  6. Lulusan dengan predikat pujian pada program magister dan doktor linguistik, The University of Michigan, Amerika.

Karya-karyanya, antara lain:

  1. Atjehnese morphology (Skripsi, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, 1972)
  2. Bunyi Bahasa dalam Bahasa Aceh (Fakultas Keguruan Unsyiah, Banda Aceh, 1978)
  3. System of agreement in Acehnese (Makalah yang dipresentasikan pada seminar linguistik di University of Chicago, 1982 juga dimuat dalam The Mon-Khmer Studies Journal, vol. 11, p. 1-33)
  4. A contextual grammar of Acehnese sentences (Disertasi, The University of Michigan, 1987)
  5. Meningkatkan Peranan Bahasa Aceh (Makalah dalam rangka seminar bahasa dan budaya pada PKA III, 1988 juga dimuat dalam majalah Sinar Darussalam, 1988)
  6. Ejaan Transliterasi Bahasa Aceh ke dalam Tulisan Latin (Makalah dalam Lokakarya Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam, IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh, 1992)
  7. Editor terjemahan Alquran bahasa Aceh karya Ulama Aceh, Tgk.H. Mahyuddin Yusuf
  8. Editor berbagai buku muatan lokal bahasa Aceh
  9. Penelitian-penelitian bahasa Gayo, Alas, dan Simeulu. 
Abdul Gani Asyik

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa