Domain xyz.penyair

Ulasan Buku Antologi Sri Karya Ihya M. Kulon

Pembuka
Puisi dapat dianggap sebagai tindakan simbolik, yakni tindakan yang diekspresikan melalui sistem ketandaan bahasa. Darinya terdapat tiga kenyataan yang diekspresikan puisi: (1) kenyataan objektif atau sebut saja x (sepadan dengan pengalaman keseharian penyair sebagai hasil dari objektifikasi), (2) kenyataan subjektif atau sebut saja y (sepadan dengan pengalaman puitis sebagai hasil dari internalisasi penyair melalui penjarakan dengan kenyataan objektif), dan (3) kenyataan simbolik  atau sebut saja z (sepadan dengan kenyataan yang direpresentasikan puisi yang tidak identik lagi dengan kenyataan objektif dan kenyataan subjektif)<!--[if !supportFootnotes]-->[i]<!--[endif]-->

Setidaknya, ketiga kenyataan itu asyik masyuk berjejalan dalam lalu lintas penafsiran kita sebagai pembaca, bahkan pun penulis  saat membaca kembali puisinya. Sebagai contoh, dalam bagian pertama buku (tematikSri”) ketiga kenyataan yang terbicarakan akan tesertakan seiring pembacaan dan pemaknaan atas teks puisi. Barangkali, akan terjadi distribusi, substitusi, bahkan eliminasi di antara ketiga kenyataan tersebut.

Untuk itu, dalam ulasan ini saya akan mencoba membahas penghadiran aku lirik puisi, baik sebagai tokoh pusat maupun pengisah, yang dihubungkan kembali dengan penulis-penyairnya. Pada dasarnya, tidak terdapat distribusi langsung penyair dan aku lirik puisi. Asumsinya, penyair terjarak dengan karya puisinya atau penyair tidak lagi identik dengan aku lirik puisi<!--[if !supportFootnotes]-->[i]<!--[endif]-->. Substitusi penyair dengan aku lirik puisi dapat dilakukan manakala teks puisi ditempatkan sebagai kenyataan simbolik yang berelevansi dengan nilai sosial dan budaya: keberterimaannya di masyarakat. Tentu saja akan terjadi eliminasi kenyataan dari keduanya setelah teks puisi terbakukan dalam kenyataan simbolik.

Lebih dari itu, tindakan simbolik dengan ekspresi bahasa pada teks puisi pun disampaikan secara tidak otomatis. Meski diksi keseharian dipilih, gaya berkisah menyindir, seperti terbaca dalam puisi “aku ini” memendarkan makna lebih. Hal itu terbaca pada bait alegoris dan satire yang mengisahkan suami, guru honorer, ustaz, intelektual, anggota ormas, politisi, pejabat tinggi, lajang, duda, janda, dan penyair. Saya tidak akan memonopoli tafsir atasnya. Untuk itu, dalam ulasan ini saya akan menyusuri aku lirik puisi yang bertransformasi dalam kenyataan simbolik sambil sesekali memamah diksi yang khas sebagai gaya bahasa dari penyair terjarak.

Tema Sri

Saya akan mengutip bagian I puisi “aku ini” (hlm. 71) yang ditulis pada tahun 20002021 berikut. 

aku ini suami setia
syukur alhamdulillah tak pernah terbakar asmara kedua
paling cuma lihatlihat filmfilm dewasa

Pada larik pertama tampak bahwa aku lirik, dengan pernyataan aku ini, memosisikan diri sebagai seorang suami dengan predikat setia. Larik kedua dipertegas dengan pernyataan ... tak terbakar asmara kedua. Namun, ada konsensus primordial yang dibocorkan aku lirik bahwa “kenakalan” yang terkendali sebagai suami dikompensasi dengan paling cuma lihatlihat filmfilm dewasa.

            Hal tersebut, setidaknya, sejajar dengan bahasan bagian pembuka ulasan ini. Maksudnya adalah kita dapat mengidentifikasi bahwa dalam bagian I puisi “aku ini” terendus tiga kenyataan. Ada kenyataan simbolik dengan menghadirkan aku lirik (baca: aku ini); ada kenyataan subjektif  aku lirik yang berumah tangga sebagai suami setia; dan ada kenyataan objektif aku lirik (yang sekaligus juga dapat dibaca sebagai kenyataan subjektif karena berlaku parsial) bahwa paling (aku ini) cuma lihatlihat filmfilm dewasa.

Namun, terdapat negasi atas kenyataan simbolik yang terbaca dalam puisi “aku ini”. Hal itu terbaca pada bab I buku Sri yang memuat 59 puisi, yakni sri (9), “aku sih (10), “sriku seksi (11), “sriku memang (12), “di kamar mandi (13), “aku curiga (14), “aku sudah lelah (15), “sriku malumalu kucing (16), “sriku kena santet (17), “sriku baik sekali (18), “sriku tambah solehah (19), “sriku marah besar (20), “tak sengaja (21), “jangan berisik (22), “pulang dari pasar (23), “aku senang (24), “aku lihat sriku (25), “jangankan (26), “sriku diet (27), “di surga sri (28), “sriku tak mau diganggu (29), “cinta sriku ternyata (30), “alergi sriku kambuh lagi (31), “aku talak satu sriku (32), “hari kiamat (33), “sriku minggat (34), “sriku edan (35), “aku bersyukur (36), “aku berkhayal (37), “sriku larang aku (38), “tak putusputus (39), “aku baru tahu (40), “maunya sriku (41), “nyaris terbakar (42), “bila kamu pergi sri (43), “terserah sriku (44), “sriku tak cemburu (45), “sriku suka monyet (46), “aku dan sriku bersepakat (47), “sriku ikut kursus (48), “sriku keterlaluan (49), “aku baru tersadar (50), “aku selalu senang (51), “sriku ingin nonton (52), “aku inginnya sriku maunya 1 (53), aku inginnya sriku maunya 2 (54), “suara sriku serak (55), “sriku tersenyum datar (56), “memang berlebihan (57), “pooohhh (60), “mabuk cinta (61), “jangan berebut rebutan (62), “era sudah berubah (63), “aku memang bukan (64), “karena pandemi (65), “jangan bilangbilang (66), “tanggal tua (67), “jangan berlagak (68), dan “tidak mudah (69).

            Tokoh Sri dikisahkan melalui sudut pandang orang pertama dengan kata ganti aku atau partikel –ku sebagai aku lirik puisi. Selain sebagai pengisah, aku lirik juga berperan sebagai tokoh suami Sri. Ada kisah bagaimana aku lirik begitu terpesona dengan Sri dan berbagai peristiwa yang menyertainya, yang kadang terbaca cawokah. Ada tokoh Laila yang kemudian diketahui sebagai istri pertama aku lirik dan berbagai peristiwa sertaan yang menggambarkan dinamika ke-riweuh-an dunia rumah tangga dua istri. Yang menarik adalah ada kenyataan objektif yang tesertakan untuk menautkan kenyataan simbolik kisah Sri dengan kontekstualisasi semasa atau saat puisi ini dibuat.

            Diksi yang cenderung lugas dengan gaya bahasa sindiran mendominasi kisah Sri, seperti terbaca pada puisi berjudul “sri” (hlm. 9) berikut ini.

sri

hujan badai bisa berhenti
jalanjalan tol bisa sepi
tapi rinduku padamu sri
berlarilari ramai di hati 

mastermaster kungfu bisa mati
agenagen rahasia bisa sembunyi
tapi cintaku padamu sri
menyalanyala membakar sunyi

Tasikmalaya, 2019

Tokoh sertaan bernama Laila pun memberi warna lain kisah Sri. Bagaimana aku lirik dapat menyelaraskan rumah tangga dua istri dengan keinginan masing-masing tergambar dalam puisi “hari kiamat tiba” (hlm. 33).

hari kiamat 

hari kiamat akhirnya datang juga
sriku dilabrak laila istri pertamaku tibatiba 

untungnya aku sedang tidak ada di t k p
tapi aku merasa rugi juga kehilangan momen yang berharga 
   t o p 

tak tahu mana yang benar mana yang dusta
yang pasti laila dimakan cemburu semata
lantaran dapat kabarkabari kalau sriku tengah berbadan dua 

sriku menangis tersedusedu di pangkuanku
sriku ikhlas diserbu laila tanpa mengetuk pintu terlebih dulu 

namun dari semua perlakuan buruk laila tadi siang itu
yang sriku tak terima katakata makian laila yang terakhir
   sebelum berlalu

: dasar pelakor dasar petelor 

Tasikmalaya, 2020

Namun, kita dapat melihat kenyataan objektif yang dialami aku lirik (dan tentunya bersama tokoh Sri), setidaknya melalui puisi “aku sih” (hlm.10) berikut ini.

aku sih

aku sih masa bodo soal pki
soal korupsi, juga soal
kapan covid-19 mau berhenti 

mendingan fokus mikirin anak bini
pergi pagi pulang dini hari
bawa gak bawa rejeki
itu urusan ilahi 

aku sih masa bodo soal demonstrasi
soal hak asasi, juga soal
kapan negeri ini paling demokrasi 

mendingan juga mikirin si sri
lagi di jakarta apa lagi di bekasi hari ini
ketahuan gak ketahuan anak bini
itu urusan nanti

Tasikmalaya, 2020

Tentu saja, kenyataan objektif makin terbaca sebagai konteks sosial budaya saat puisi tematik Sri dibuat, yakni masa pandemi korona. Puisi “karena pandemi” (hlm. 65) dengan lugas menggambarkannya. 

karena pandemi

karena pandemi
suamisuami jadi hobi lari pagi
menaikan imun di dalam diri
tetap bertaji 

karena pandemi
istriistri jadi gemar senam pagi
bermandikan sinar mentari
tetap seksi 

karena pandemi
pemudapemuda jadi sering sekali ngopi
menjaga diri menambah imajinasi
tetap berani

karena pandemi
pemudipemudi jadi sangat hatihati
menghindari cipikacipiki
tetap hahahihi 

karena pandemi
banyak orang jadi takut mati
kecuali soal menghamili dan dihamili 

Tasikmalaya, 2020

Selain itu, sebagai warga negara, aku lirik puisi mengisahkan bagaimana hubungan tokoh-tokoh dengan nasionalismenya masing-masing. Puisi “cinta sriku ternyata (hlm. 30) mencoba menggambarkan hal tersebut.

cinta sriku ternyata

cinta sriku padaku ternyata
lebih besar cintanya kepada
negara indonesia 

sriku sendirilah orang pertama
yang memasang di halaman rumah bendera sangsaka
berkibarkibar satu bulan lamanya
sebelum yang lainnya ada 

sriku tak peduli diomongomongi tetangga
bagi sriku itu tanda cintanya 

sriku jugalah orang pertama
yang mengenakan baju kaos rok kutang cangcut kerudung 
   masker dan mukena
dengan dua warna kontras bendera negara kita jalanjalan ke
   manamana 

sriku tak peduli dikatakatai tetangga
bagi sriku itu bukti cintanya 

dan sriku jelaslah orang pertama
satusatunya istri muda di negara pancasila
yang menyambut suami tercintanya pulang kerja
dengan teriakan merdekamerdekamerdeka 

Tasikmalaya, 2020

Dalam kisah Sri, kita pun makin lugas memahami cara pandang aku lirik terhadap kenyataan hidup, seperti dalam beragama. Pada puisi “di surga sri” (hlm. 28) aku lirik memiliki cara pandang yang relaks dalam beragama, terutama dalam memandang konpensasi beragama.

di surga sri

di surga tak sepi sri
ramai orang berseriseri 

ada yang berasyikasyik bermain ski
ada yang bergembira ria menarinari 

ada juga yang bersamasama bernyanyinyanyi
juga ada yang bersenandung sendirisendiri 

di surga tak ada mimpi sri 

kelak di surga aku dan kamu sri
bisa bergantiganti suami istri
sebanyak tujuhpuluhan kali 

hiii ngeriii sri

Tasikmalaya, 2020 

Saya tidak akan memonopoli penafsiran atas kisah Sri dan bagian lain dari buku ini. Dari ulasan sederhana atas kisah Sri ini, kita dapat kembali mengidentifikasi kenyataan simbolik yang digambarkan teks puisi melalui analisis aku lirik puisi. Selain itu, kita pun dapat mengidentifikasi kenyataan objektif puisi melalui substitusi aku lirik puisi dengan penyair terjarak. Tentu saja akan ada dua pandangan, yaitu (1) teks puisi dengan aku liriknya tidak lagi identik dengan penyairnya dan (2) kenyataan simbolik yang ada dalam teks puisi dikontekstualisasikan melalui acuan-diri teks dan daya tafsir pembaca potensial.

Domain xyz.penyair

Pada tahap selanjutnya, untuk sampai pada domain penulis, kita dapat menurunkan kenyataan subjektif penulis (y1) ke dalam kenyataan terjarak di antara teks puisi (z1) dan penulis (z1). Sebagai gambaran, kita dapat memasuki dunia aku lirik pada keseluruhan buku kumpulan puisi Sri melalui pembacaan atas sintagma puisi yang menyertakan frasa aku ini. Langkah itu dilakukan agar kita dapat menemukan dunia aku lirik puisi (atau sebut saja domain) dan kenyataan yang terjarak (atau sebut saja xyz) dari penulisnya (atau sebut saja penyair).

 

<!--[if gte vml 1]> <![endif]--><!--[if !vml]--><!--[endif]-->

 

Dengan demikian, kita dapat mulai mendata dua puisi yang menyertakan frasa aku ini untuk memasuki domain xyz.penyair, yakni puisi “aku memang bukan” dan puisi “aku ini. Analisis sintagma dan paradigma puisi akan membantu untuk mengidentifikasi kenyataan simbolik yang tesertakan dalam teks puisi<!--[if !supportFootnotes]-->[ii]<!--[endif]-->.

Pada puisi “aku memang bukan” terbaca bahwa aku lirik puisi dengan lugas menyatakan bukan penganut syiah dan menjadi bermasalah manakala aku lirik //... jadi lantas bersalah/bila ingin beramahramah tamah// di negara bhineka tunggal ika ini. Dari dua sintagma yang terbaca pada puisi ini kita dapat mengidentifikasi domain.xyz.penyair sebagai berikut.

 


Dari ulasan domain.xyz.penyair tersebut kita dapat membagi dua tahap kenyataan, yakni (1) kenyataan simbolik yang menyertakan kenyataan objektif aku lirik puisi dan kenyataan subjektif aku lirik puisi dan (2) kenyataan objektif yang menyertakan kenyataan simbolik (teks puisi) dan kenyataan subjektif (intensi) penyair. Kedua tahap itu akan lugas terbaca saat kita membahas puisi “aku ini”.

Penutup

Buku Seri Pustaka Sastra yang diterbitkan oleh Mata Pelajar Indonesia ini merupakan edisi keenam. Buku ini terbit pada bulan Januari 2023 dan terdiri atas dua bagian atau bab, yakni “aku talak satu” yang terdiri atas 59 puisi dan “aku bisa apa” yang terdiri atas 11  puisi.  Kecenderungan diksi dala buku ini adalah lugas sehingga tidak membuat puisi-puisi dalam buku ini terjebak menjadi prosais. Mungkin dalam tataran larik dan bait yang memuat kata, frasa, dan klausa, hal itu dapat terjadi. Namun, dalam tataran teks puisi (yang dibangun dari kesatuan tematis dan kepaduan makna antarlarik dan antarbait), puisi-puisi Ihya M. Kulon menjadi narasi metaforis.

Narasi metaforis itu yang menjembatani kenyataan simbolis teks puisi dengan penyertaan aku lirik puisi dan kenyataan objektif teks puisi dengan  penyertaan penyair. Terkait dengan hal yang pertama, saya pernah membahas domain xyz.puisi untuk mengulas buku kumpulan puisi Mendaras/Komposisi/Senja karya M. Irfan Hidayatullah <!--[if !supportFootnotes]-->[iii]<!--[endif]-->. Lalu, terkait dengan hal yang kedua, saya membahas domain xyz.penyair untuk mengulas buku kumpulan puisi Sri karya Ihya M. Kulon. 

Akhirnya, saya hanya ingin meyakinkan diri saya saja bahwa puisi yang memendam daya narasi metaforis dapat merekonstruksi kenyataan, seperti termaktub dalam puisi “aku ini” bagian 10: //aku ini penyair/pemilik katakata mendesardesir/ke manamana bawa sihir//. Kekuatan narasi metaforis disebut penyairnya serupa sihiratau saya sebut metafora. Barangkali, ulasan itu saya tutup dengan kutipan puisi berjudul “aku baru tersadar” (hlm. 50) agar tergambar hal tersebut.

aku baru tersadar

aku baru tersadar
saat aku pandangi benarbenar

payudara sriku kini tambah besar
terlihat mekar
lebih segar 

itu karena sriku orangnya penyabar
tak pernah sriku gusar
kapan pun aku mau bersandar

Tasikmalaya, 2021

Mangkubumi, 15 Februari 2023


Sumber Bacaan

Peter L. Burger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan, (Jakarta, LP3ES, 1990)

Paul Ricoeur, Interpretation Theory, Discourse and The Surplus of Meaning (Texas, Texas Christian University Press, 1976)

Ulasan mengenai sintagma dan paradigma teks dapat diakses melalui tautan https://badanbahasa.kemdikbud.go.id/artikel-detail/245/posskriptum:-sintagmatik-dan-paradigmatik-teks

Ulasan mengenai Domain syz.puisi dapat diaksese melalui tautan  https://www.sksp-literary.com/2022/01/esai-nizar-machyuzaar.html


 

Nizar Machyuzaar

Penulis merupakan pembelajar tekstologi, naratologi, dan stilistika.

Sedang Tren

Ingin mengetahui lebih lanjut?

Kunjungi media sosial Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa